SEMENJAK Said Assagaff resmi mencalonkan diri sebagai Calon Gubernur Maluku
periode 2013-2018 yang diusung Partai Golkar dan sejumlah partai politik lainnya,
penganugerahan gelar adat ramai diberikan para tokoh-tokoh adat Maluku kepada
dirinya (Assagaff). Bahkan Gelar Adat yang diberikan kepada Wakil Gubernur ini menembus
posisi adat yang terhormat yang hanya bisa diberikan kepada orang-orang pilihan
saja.
Pemberian gelar adat
dalam hukum adat adalah sakral dan agung, dan sekiranya hal ini berlaku
universal bagi suku manapun di dunia ini termasuk Indonesia. Pemberian gelar
adat seharusnya bukan atas dasar seremoni belaka. Pemberian gelar adat
seharusnya dilepaskan dari politisasi pencitraan diri dan
kepentingan-kepentingan sesaat. Pemberian gelar adat selayaknya pemberian gelar
pahlawan harus melalui mekanisme panjang dan tentunya tidak gampang. Harus
melibatkan berbagai pihak seperti akademisi, tokoh adat dan pemerintah daerah
setempat sehingga esensi, kegunaan dan efeknya dapat dipertanggungjawabkan.
Apakah setiap
pengambilan keputusan dalam musyawarah adat setempat, SBY sebagai pimpinan
acara adat selalu dilibatkan? Faktor lainnya adalah ikatan emosional sang
penerima gelar adat dengan masyarakat adat setempat. Apa yang harus diberikan
sang penerima gelar adat bagi masyarakat? Apa pertanggungjawaban moral kepada
pemberi gelar adat dan apa konsekuensinya jika janji tidak ditepati?
Pemberian gelar adat
seharusnya memakai syarat logis atau masuk akal. Apa yang telah dilakukan sang
penerima gelar adat bagi masyarakat adat setempat sehingga ia layak mendapatkan
gelar itu? Dengan kajian-kajian akademik, tentunya dapat menjawab hal itu.
Tidak sedikit kita mendapatkan masih banyak kelompok-kelompok masyarakat adat
di republik ini hidup di bawah garis kemiskinan, krisis pendidikan dan
kesehatan serta kesenjangan sosial dengan masyarakat perkotaan.
Mekanisme pemberian
gelar adat kepada seseorang di luar kelompok masyarakat adat setempat tentunya
harus menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi adat setempat dan sekali lagi
bukan dipolitisasi untuk kepentingan-kepentingan politik. Apakah pemuka-pemuka
adat sudah mewakili suara rakyatnya ataukah jangan-jangan para pemuka adat
justru “terkontaminasi” dengan rayuan uang dan kekuasaan. Mekanisme pemberian
gelar adat juga tidak instant ataukah sekedar balas jasa.
Sampai saat ini
tercatat hampir di semua masyarakat adat di Maluku sudah memberikan Gelar Adat
kepada Said Assagaff. Menariknya, pemberian Gelar Adat kepada Assagaff tersebut
bertepatan dengan kepentingan Assagaff untuk maju sebagai Calon Gubernur Maluku
2013-2018.
LIMA DESA DI BANDA BERI GELAR ADAT “ ORLIMA “ KEPADA ASSAGAFF
Diantaranya, Lima buah
desa di Kecamatan Banda, Kabupaten Maluku Tengah memberikan gelar adat ORLIMA
kepada Wakil Gubernur Maluku yang juga Balon Gubernur Maluku, Ir. Said
Assagaff. Lima desa yang memberikan gelar adat itu masing-masing Desa Lontor,
Namakawar, Selamon, Pulau Ay, Wael dan Ratu. Gelar adat ini diberikan sebagai
bentuk penghormatan kepada orang yang berjasa kepada masyarakat Banda.
Pemberian gelar adat ini dilakukan saat kunjungan Assagaff ke Banda, Kamis
(18/04) lalu.
Pemberian gelar adat ORLIMA
itu sendiri mendapat protes dari sejumlah perangkat adat Banda yang merasa
pemberian Gelar Adat tersebut tidak pantas dan tidak layak diberikan kepada
Said Assagaff.
SETIA DIKUKUHKAN MENJADI ANAK ADAT TUAL.
Raja Tual, Husein
Tamher di pelataran Rumah Raja Tual, mengkukuhkan Said Assagaff dan Zeth
Sahuburua sebagai ANAK ADAT TUAL. Prosesi adat tersebut ditandai dengan
pemasangan pakaian adat dan topi oleh Raja Tual, Husein Tamher kepada Said Assagaff
maupun Sahuburua. Keduanya juga menerima penyematan gelang adat yang terbuat
dari emas yang menandakan keduanya terikat dengan masyarakat adat Tual.
ASSAGAFF DINOBATKAN SEBAGAI FENA DUAN OLEH TOKOH ADAT BURU
Pasangan calon
Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku Said Assagaff-Zeth Sahuburua juga mendapat
gelar adat dari tokoh-tokoh adat di Petuanan Leisela. Keduanya dinobatkan
sebagai Fena Duan yang artinya menjadi tuan rumah. Dengan gelar tersebut,
pasangan SETIA otomatis menjadi putera adat Buru.ASSAGAFF DINOBATKAN SEBAGAI FENA DUAN OLEH TOKOH ADAT BURU
Gelar adat ini
diberikan saat mengunjungi sejumlah desa diantaranya Desa Waenetat (Mako)
Kecamatan Waeapo, Desa Waspait Kecamatan Waplau, Desa Wamlana Kecamatan Fena
Leisela serta tiga desa di Kecamatan Airbuaya yaitu Desa Waepura, Desa
Waemangit dan Desa Airbuaya.
SETIA DIANUGERAHI GELAR ADAT 'AKOR ALIAMAN' & 'MASMOR AMASAMAN'
Selanjutnya Pasangan SETIA
juga dianugerahi gelar adat Desa Sangliat Krawain, Kecamatan Wertamrian, Kabupaten
Maluku Tenggara Barat (MTB), yang berlangsung di Balai Desa Sangliat Krawain
Februari 2013 kemarin. Said Assagaff sendiri diberikan gelar adat sebagai Akor
Aliaman dan sedangkan Zeth Sahuburua
(Masmor Amansaman).
Penganugerahan gelar
adat tersebut dilakukan para pemuka adat Sangliat Krawain yang ditandai dengan
pemasangan kain adat dan topi kepada pasangan SETIA.
BISAKAH ASSAGAFF WUJUDKAN KEINGINAN MASYARAKAT ADAT DI MALUKU ?
Kini di pundak seorang
Said Assagaff terdapat puluhan Gelar Adat yang harus dipertanggungjawabkan
kepada seluruh masyarakat adat yang telah memberikan mandat kepadanya (Assagaff).
Pertanyaanya, apakah seorang Said Assagaff pahami dan mengerti tatanan dan
kehidupan adat di Maluku secara utuh sehingga dirinya menjamin akan
melaksanakan tanggung jawab adat yang telah diembannya? Mengingat Assagaff
bukanlah putra adat Maluku yang mengerti dan pahami secara jelas. Dan apakah
Assagaff mampu untuk mewujudkan semua keinginan masyarakat Maluku yang beraneka
ragam corak dan budaya yang ada? Ataukah pemberian Gelar Adat ini hanya sengaja
didesain dan rekayasa demi kepentingan Assagaff maju sebagai Calon Gubernur
Maluku ? kini tunggu saja.
(berbagai sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar